Mendengarkan Pendapat Anak

Seberapa sering kita mendengarkan pendapat anak?

Jujur saja, baru setahun terakhir ini saya lebih mendengarkan pendapat anak-anak saya… Sebelum-sebelumnya saya masih menganggap mereka terlalu kecil untuk memberikan pendapat. Apalagi jika pendapatnya itu berseberangan dengan keinginanku.

Tetapi kemudian saya mulai banyak membaca dan mempelajari tentang otonomi anak. Dimana salah satu hal yang dibahas adalah anak pun perlu didengarkan pendapat dan keinginannya dengan tujuan agar anak lebih bisa menyuarakan pendapatnya dan tidak hanya menjadi seperti robot dalam kehidupan sehari-hari. Yah… Memang, hal-hal ini sangat mudah diucapkan tetapi sulit dilakukan. Entah sudah berapa kali saya melanggar niat saya sendiri… Kadang ketika saya sudah malas atau sudah tidak ingin berdebat saya selalu mengeluarkan kata-kata sakral…. “Ikut aja mama, mama tau yang terbaik untuk kamu”. Sungguh kata-kata yang sangat manis tapi beracun.

Saya itu adalah orang yang sangat ingin anak saya bisa lebih mandiri dan berani menyuarakan pendapat… Tetapi di sisi lain ada sifat egois dan keras kepala juga yang masih menguasai. Misalkan kami sudah menyusun jadwal belajar yang sudah disepakati, tetapi karena saya lelah atau sedang malas saja terkadang saya ingin menunda atau mengubah jadwal yang ada… Kemudian menimbulkan protes dari Nico… Hal itu bisa membuat saya tidak senang dan mengeluarkan kata-kata sakral tadi…

Sungguh benar perkataan bahwa mendidik anak adalah pelajaran seumur hidup bagi orang tuanya…

Tetapi belakangan ini, apalagi semenjak Nico sudah mendaftar masuk ke dalam sekolah daring… Saya mulai memperbaiki diri. Karena ketika sudah mulai belajar di sekolah daring itu artinya saya selaku orang tua bertanggung jawab menjadi ‘sekolah’ bagi anak saya. Jadwal yang sudah ditetapkan harus dijalankan oleh Nico sebagai bentuk disiplin dan tanggung jawab atas hal yang dia atur sendiri dan disepakati bersama. Hal-hal kecil seperti menu makanan pun sudah saya terapkan. Dahulu, saya hanya tau menyiapkan makanan di atas meja, suka atau tidak dihabiskan saja. Saya hanya mendengar keinginan Nico jika saya rajin saja, jika tidak saya akan menggunakan senjata kata-kata sakral tersebut. Jika Nico kemudian tidak selera makan saya akan marah dan menganggap Nico tidak menghargai makanan. Sekarang kami sudah bisa berdiskusi mengenai makanan apa yang diinginkan dan kesanggupanku untuk memasaknya.

Sekarang ini, saya sudah mulai melihat perkembangan Nico dan Ryan dalam mengemukakan pendapat. Ryan yang dulunya hanya diam dan cuek saja, mulai bisa mengemukakan hal yang dia suka dan tidak dia sukai. Nico pun demikian dan lebih berani dan percaya diri karena tau bahwa saya selalu siap berdiskusi dengannya atas keluhannya itu.

Harapan saya hanyalah semoga saya selalu bisa menerapkan hal ini dalam mendidik anak… Karena sebenarnya hal ini cukup sulit bagiku yang agak emosian dan kurang disiplin ini… 🤭