Tujuan Hidup

Beberapa hari lalu, aku seperti biasa ngobrol dengan salah seorang teman. Salah satu pembicaraan adalah mengenai tujuan hidup masing-masing. Menurut temanku ini, sekarang tujuan hidupnya berubah, dia secara penuh, 100%, mendedikasikan hidupnya untuk keluarga, terutama anak. Sedangkan aku sendiri merasa saya juga butuh ke-‘aku’-an dan merasa tak bisa 100% untuk anak. Intinya sih we agree to disagree.

Ya sebenarnya ga ada yang salah sih menurutku, tergantung kenyamanan masing-masing aja. Yang nyaman menurutku memang belum tentu nyaman untuk orang lain… Dan yang kita anggap ga bener dan egois pun sebenarnya punya alasan masing-masing. Jadi ya ujung-ujungnya emang tujuan hidup setiap orang itu beda-beda. Kalo sama juga ga asik ah… Yang bikin ga nyaman kalau kehidupan kita di hakimi sama orang-orang yang berbeda pandangan hidup seakan-akan jalan yang kita ambil itu egois dan jahat… Padahal kan ente yang jahat, jadi hakim…. Hakim roda mas…. ๐Ÿ˜‚ Maap, OOT.

Kalo aku sendiri, sebenarnya tentu saja dengan punya anak tuh ga mungkin kita cuma memikirkan diri sendiri, pasti lah keadaan berubah 180 derajat. Yang dulunya kalo lapar ya udah apa aja diembat, sekarang lebih concern, kalo dulu juga kalo lagi males ngapa-ngapain ya udah cukup duduk manis setel film, selesai, kalo sekarang… Boro-boro nonton film mah… Males ato ngga ya anak-anak kudu diurusin. Aku sendiri pun sebenarnya awalnya tidak menyadari sejak kapan aku menjalani hidup segalanya untuk anak. Apalagi semenjak Nico ketahuan speech delayed dan ternyata Ryan juga mengikuti… Rasanya hectic banget di kepalaku. Tetapi ada suatu masa dalam hidupku, rasanya aku ingin slow down, take a step back. Tapi aku sendiri bingung sih, kenapa aku merasa seperti itu. Dan…. di suatu masa ketika aku dan suami lagi dalam masa-masa pusing sama kerjaan dan aku juga mulai senewen-senewen, kami pun bertengkar… Di saat itu, aku mulai menceritakan isi hatiku pada suami tercintaku ๐Ÿคญ. Ridson sedikit kaget sebenarnya karena selama ini dia melihat diriku baik-baik saja dan tegar aja gitu, trus tiba-tiba aku nangis aja gitu pas ceritain. Di sana baru aku mulai sadar kalau pribadiku hilang. Rasanya diriku ga ada lagi, terganti menjadi seorang ibu. Bukannya aku ga bangga ya, tetapi menurutku kita pun harus tetap punya diri kita sendiri selain menjadi seorang ibu. Setelah hari itu, kami berdua mulai mengatur kehidupan kami lagi. Kata-kata yang duluan kami anggap biasa… Ternyata berdampak luar biasa… Kata-katanya seperti…. “Masak sesuai lidah anak-anak aja….” , “makan di tempat yang anak-anak bisa makan aja” dan “udahlah biarin anak-anak aja yang nonton…” Mindset yang perlu kami ubah.

Hal yang pertama kuubah itu terlalu tergesa-gesa untuk ‘memperbaiki’ Nico dan Ryan, karena setiap waktu kuhabiskan untuk terapi agar mereka bisa menjadi ‘normal’. Ada ambisi dalam diriku untuk membuktikan entah pada siapa kalau anak-anakku bisa seperti anak-anak lain. Yang kemudian sekarang baru aku sadari kalau mereka sebenarnya normal-normal aja, mereka hanya terlambat, itu saja. Malahan, ketika pola pikirku berubah aku baru sadar… Yang dulunya aku selalu merasa anakku ga berkembang, ga ada kemajuan, ga seperti anak-anak normal lainnya, ternyata mereka berkembang dan bahkan sebenarnya perkembangannya pesat, hanya aku saja yang selalu tidak puas. Oleh karena itu, aku sekarang mulai lebih santai. Terapi tetap berjalan, tetapi tidak dalam waktu yang panjang seperti dulu… Aku membiarkan mereka menjadi diri mereka sendiri tanpa harus bersaing dengan orang lain.

Kemudian, hal berikutnya yang aku ubah adalah pembagian waktu. Ketika aku berpikir anakku akan kecewa ternyata tidak juga. Ketika aku menjelaskan pada Nico kalau jam segini adalah waktumu menonton film favoritmu, tetapi jam segini adalah waktunya mama untuk juga menonton film mama dan ternyata disambut dengan sangat baik oleh Nico, bahkan belakangan ini Nico suka nanyain, “mama sekarang mau nonton film apa? Nico bisa ikut nonton?” Yah karena gue nontonnya 9-1-1 ato Bones doang gitu ya udah aku ajakin aja nonton… Ga ada adegan berbahaya 17+ lahhh… ๐Ÿ˜†. Entah mengapa dulu aku mengkhawatirkan hal itu… Mungkin aku hanya ibu baru yang belum mengerti anaknya.

Hal-hal kecil kemudian menyusul, semisal aku mulai aktif merajut… Aku mulai rajin melihat resep masakan dewasa, semisal rica-rica dan woku… Atau se-simple goreng telor dadar satu pake cabe satunya ngga. Hal-hal yang dulu tidak kusadari ternyata berdampak besar bagi kesehatan mentalku. Dan ternyata aku pun mengajarkan anak-anakku untuk tidak egois. Mereka sekarang tau, kalau ada waktunya mama menjadi Yulianti kembali, ga cuma jadi mama Nico dan Ryan… Ada saatnya mamanya menonton V6 dan berlagak seperti anak remaja dimabuk cinta… Ada saatnya juga mamanya asik merajut dan kedua anak itu sibuk menggulung benang rajutanku yang malah bikin kusut. Mereka menghargai itu lho… Tanpa sadar aku menciptakan anak-anak yang bisa menghargai orang lain… Apa gak bangga tuh?

Perubahan signifikan di tahun ini, selain tentunya aku pindah (lagi)… Adalah kesadaran diriku untuk mau mencintai diriku sendiri. Ada suatu masa dalam hidupku dimana aku merasa skincare itu gak penting-penting amat dan baju kaos dan celana pendek rumah adalah hal terbaik. Mungkin, apalagi semenjak pandemi kita-kita banyakan di rumah, jadinya emang kita itu males ya, cuma di rumah doang, ngapain cantik-cantik? Tapi suatu hari gue ngaca dan sadar kok gue jelek amat yak ๐Ÿ˜‚. Beneran gue sampe ngakak… Astagaaaa kemane tuh gue dulu yang selalu mau menampilkan yang terbaik dalam diriku? Rambut aja ga terurus, mana muka kusam… Mana lagi pakaian asal-asalan. Aku berasa aku benar-benar menelantarkan diriku sendiri. Ih malu sama Tuhan… Gak mencintai diri sendiri ini…

Sempat di suatu masa, bahkan instagram gue aja isinya cuma foto anak-anak sama bapaknya… foto gue mah jarang… Sekarang aku mulai sering-sering selfie lah. Dikata pamer? Emang instagram bukan untuk pamer ya? Walau lu kata itu digunakan untuk menyimpan kenangan juga ya kan kalo emang ga mau dipamerkan bisa disimpan di HP aja kan ya? Ga perlu disimpan di instagram. Ya emang harusnya kita sadar, kita tampilin di instagram ya pasti buat pamerin ke orang-orang laaaaahhh… Ga usah munafik. Aku mah emang gitu orangnya, suka pamer ๐Ÿ˜‚. Tapi aku merasa kalau mau melihat diriku itu ya bisa dilihat di instagram lah, mudah-mudahan juga nantinya ketika aku udah tiada, anak gue liat instagram gue bisa tau, oh ini ya ibu gue dari semenjak belom kawin, sampai udah kawin punya anak dan sampai tua itu kayak gini lho hidupnya… Yah mari kita doakan aja semoga instagram ini panjang umurnya ya… ๐Ÿคญ. Tapi intinya aku tuh mau menunjukkan kepada orang dan kelak anak-anakku, kalau ini lho diriku… Gini lho perjalanan hidupku yang penuh petualangan… dan semoga pada akhirnya, anak-anakku akan tersenyum ketika menyadari, aaah betapa bahagianya mama dengan hidupnya…. Aku juga harus seperti itu kelak.

Abis warnain rambut jadi pamer dulu yak